Basic Information
✰ | |
---|
Birth Name | Adrian Cepheus Sinclair |
Nickname | Adrian, Ian |
Sex | Male |
Religion | Catholic |
Place of Birth | Singapore |
Date of Birth | 18th of June |
Occupation | Movie Producer, MOVICAPELLA's Papa |
Address | The Sinclairs' Dwelling |
Nationality | Indonesian |
Ethnicity | Korean-Indonesian-Indian |
Blood Type | O+ |
Zodiac Sign | Scorpio |
Physical Appearance
✰ | |
---|
Face Claim | Monsta X's Shownu |
Occupation | South Korean Singer and Dancer |
Sex | Male |
Height | 181 cm |
Weight | 71 kg |
Background Story
"Kalau ujian dapat peringkat 1 lagi, Adrian boleh nonton Aladdin."
Terdengar murah hati, begitulah perjanjian antara ia dan kedua orang tuanya. Namun, sebenarnya di balik capaian yang sekadar menonton film animasi itu, seorang anak sekolah dasar harus mengorbankan masa-masa bermainnya yang menyenangkan untuk belajar.
Adrian Sinclair menjalani masa kecil yang begitu tertata namun penuh tekanan berkat orang tuanya, Samuel dan Gianna Sinclair. Pagi sekolah, sore les, malam belajar mandiri, repeat. Makan dan tidur adalah selingan yang bahkan terkadang dilakukan sambil membaca buku. Begitulah kehidupannya selama weekdays. Saat weekend datang, jangan harap dia mendapat kebebasannya sebagai seorang anak kecil. Yah, orang tuanya berpikir kegiatan tersebut adalah media untuk menyegarkan pikiran, tetapi sebenarnya itu tidak jauh dari tekanan, lagi. Olahraga dengan pelatih profesional, melukis, atau acara kasual bersama keluarga yang ujung-ujungnya membahas progres anak-anak mereka di sekolah.
Maka tidaklah mengherankan jika Adrian menjadi penuntut terhadap dirinya sendiri. "𝘏𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘫𝘶𝘢𝘳𝘢 𝟣, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘰𝘨𝘰𝘬 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯" adalah contoh perjanjian yang acapkali ia buat dalam hati. Jika itu tidak berhasil dia capai, perbincangan batinnya berubah menjadi berbagai umpatan. "𝘋𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩! 𝘚𝘶𝘮𝘱𝘢𝘩, 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪. 𝘗𝘢𝘺𝘢𝘩! 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘮𝘢."
Pernah punya teman yang tidak pernah terlambat, tidak pernah absen kecuali untuk mewakili sekolah dalam acara keren? Begitulah Adrian. Sikap disiplin dan bertanggung jawab yang menjadi 𝘵𝘳𝘢𝘪𝘵𝘴 positif berhasil menutupi rasa rendah diri dalam dirinya. Hampir setiap tahun ajaran baru, ia dipercaya menjadi ketua kelas karena di mata orang-orang, Adrian adalah sosok yang keren. Dan dia menjaganya tetap seperti itu.
"𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘪𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢, 𝘠𝘢𝘯? 𝘗𝘪𝘯𝘵𝘦𝘳 𝘪𝘺𝘢, 𝘫𝘢𝘨𝘰 𝘮𝘢𝘪𝘯 𝘱𝘪𝘢𝘯𝘰 𝘪𝘺𝘢, 𝘫𝘶𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘰𝘮𝘣𝘢 𝘥𝘦𝘣𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢 𝘐𝘯𝘨𝘨𝘳𝘪𝘴, 𝘢𝘱𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘺𝘢?"
"𝘎𝘢𝘯𝘵𝘦𝘯𝘨."
"𝘈𝘯𝘫𝘪𝘳 𝘪𝘺𝘢."
"𝘓𝘰 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩 𝘥𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘱𝘢. 𝘋𝘢𝘳𝘪 𝘨𝘢𝘯𝘵𝘦𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘪𝘯𝘪𝘮𝘢𝘭 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘳𝘵𝘪𝘴. 𝘎𝘶𝘦 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘨𝘦𝘵 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘵𝘪𝘣𝘢-𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘭𝘰 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘳𝘦𝘴𝘪𝘥𝘦𝘯."
Itu adalah percakapan teman-teman Adrian, suatu hari di masa tahun pertama mereka sebagai siswa SMA, di sela-sela kegiatan belajar kelompok. Celetukan yang tidak serius, tetapi membuat Adrian jadi memikirkannya dengan sangat serius. Kelak dia mau jadi apa? Kendati kawan-kawannya mengabsen semua kelebihannya, tidak ada satu pun dari hal itu yang benar-benar ingin ia lakukan setiap hari hingga hari tua. Bahkan pekerjaan orang tuanya, dosen, tidak ia minati. Ternyata memiliki semua keahlian itu justru membingungkannya menentukan masa depan.
Hingga suatu hari di akhir pekan, saat dia melakukan rutinitas di pusat kebugaran, Adrian menemukan sesuatu yang begitu ia ingin lakukan. Hari itu kebetulan pusat kebugaran yang ia datangi menjadi lokasi syuting sebuah film yang diproduksi oleh Paman Karl, adik kandung ayahnya. Sutradara film yang menginginkan suasana tetap natural membuat Adrian menjadi figuran mendadak. Yah, walau hanya punggungnya yang tetangkap kamera. Lagipula, bukan persoalan menjadi figuran yang membuatnya tertarik. Dia justru mengagumi aktivitas Paman Karl di balik kamera. Sempat ia mencuri dengar diskusi sang paman dengan sutrada, betapa banyak istilah-istilah keren yang belum pernah ia ketahui━padahal Adrian juga pernah menjuarai kompetisi 𝘚𝘱𝘦𝘭𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘉𝘦𝘦, lho! Gestur, uraian kata-kata, hingga mimik serius di wajah Paman Karl telah membuatnya jatuh cinta. Sejak hari itu, Adrian berhasil menemukan cita-citanya; produser film.
Dia cepat-cepat membuat perjanjian baru dengan ayahnya: mengunjungi Paman Karl setiap pekan sebagai bayaran untuk medali emas olimpiade bidang apa pun yang ayahnya inginkan.
"𝘋𝘦𝘢𝘭."
Adrian belajar lebih buas dari biasanya, tetapi dia justru merasa lebih senang. Setiap hari Sabtu atau libur nasional, dia selalu bersemangat meluncur ke rumah Paman Karl untuk mempelajari hal baru tentang film. Sifat murah hati pamannya pun begitu mendukung, tanpa ragu membagi ilmu yang ia kuasai, juga sesekali mengajaknya ke lokasi syuting. Ulang tahun ke-15 tiba, Paman Karl menghadiahinya sebuah 𝘩𝘢𝘯𝘥𝘺𝘤𝘢𝘮.
𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒅𝒂𝒏𝒂𝒎𝒖. 𝑮𝒐𝒐𝒅 𝒍𝒖𝒄𝒌.
Isi pesan dari Paman Karl membuatnya tersenyum. Bertepatan dengan momen tugas akhir tahun ajaran untuk mata pelajaran kesenian, Adrian memilih film. Berkat bantuan teman-teman yang sebenarnya bersemangat ikut karena "𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘬𝘦𝘭𝘰𝘮𝘱𝘰𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘈𝘥𝘳𝘪𝘢𝘯, 𝘯𝘪𝘭𝘢𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘢𝘮𝘢𝘯.", sebuah film pendek berjudul 𝐁𝐚𝐥𝐚𝐝𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐚𝐭𝐮𝐬 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐤 ditayangkan dalam Malam Kesenian Akhir Tahun Ajaran. Penghargaan sebagai tim terbaik dan nilai sempurna diraih melalui film itu. Rasanya, di antara semua piagam, piala, dan medali yang pernah ia menangkan, baru kali ini Adrian benar-benar puas. Dan 𝗯𝗮𝗵𝗮𝗴𝗶𝗮.
Setelah merampungkan masa pendidikan sekolah menengah, Adrian memilih melanjutkan kuliah ke 𝘜𝘚𝘊 𝘚𝘤𝘩𝘰𝘰𝘭 𝘖𝘧 𝘊𝘪𝘯𝘦𝘮𝘢𝘵𝘪𝘤 𝘈𝘳𝘵𝘴, tempat tokoh-tokoh hebat perfilman pernah menimba ilmu, seperti Kevin Feige, John M. Chu, dan John Carpenter. Dia sempat bergabung dengan 𝙒𝙚𝙨𝙩 𝙀𝙣𝙩𝙚𝙧𝙩𝙖𝙞𝙣𝙢𝙚𝙣𝙩 dan telah memproduseri beberapa film, serta bergabung dalam proyek yang mampu memenangkan penghargaan dunia perfilman maupun pertelevisian. Saat ini dia sedang membangun rumah produksi atas namanya sendiri yang direncanakan akan memproduksi film berskala internasional.
Relations
Family | |
---|
Father | Samuel Sinclair |
Mother | Gianna Kim Sinclair |
Siblings | Galaksi Danish Rolf Sinclair, Eliyas Wayne Sinclair, Emilia Avni Sinclair |
Basic Information
✩ | |
---|
Birth Name | Cassiopeia Twelvyn Axelle Khasana |
Nickname | Xell, Axelle |
Sex | Female |
Religion | Catholic |
Place of Birth | Jakarta |
Date of Birth | February, 21st 1994 |
Occupation | Music Producer, Composer, Singer-Songwriter, MOVIECAPELLA's Mama |
Address | South Jakarta |
Nationality | Indonesian-American |
Blood Type | AB+ |
Zodiac Sign | Aquarius |
Physical Appearance
✩ | |
---|
Face Claim | Red Velvet's Wendy |
Occupation | South Korean Singer |
Height | 160 cm |
Weight | 47 kg |
Background Story
Sebenarnya aku suka dengan namaku. Suka sekali. Kalau saja orang-orang tidak berhenti melakoni kesibukan sejenak guna menatapku bingung pada penyebutan pertama, mencoba melafalkannya kembali namun tetap salah setelah percobaan kedua, atau parahnya menertawakan dan menjadikannya lelucon. Pun itulah yang menjadikan alasan utama bagiku lebih sering menggunakan nama panggilan dibandingkan nama asli. Bahkan nama panggilan yang kelewat mudah; Xell—masih sering ditulis atau disebut dengan cara yang salah.
Cassiopeia adalah nama ratu Aethiopia. Berdasarkan kisah yang tertulis pada Mitologi Yunani, Cassiopeia mengatakan dirinya cantik. Cantik sekali bahkan lebih cantik dari peri-peri laut yang kemudian mengundang amarah dari Poseidon hingga dia dihukum dan ditempatkan menjadi salah satu rasi bintang di belahan Utara.
Menurut Daddy——yang kemudian aku setujui——alasan ia dihukum sama sekali tidak masuk akal. Cassiopeia hanya percaya diri dengan kecantikannya, sementara Poseidon menganggap sikapnya terlampau arogan. Makanya nama ini disematkan untukku agar aku memiki rasa percaya diri yang begitu besar, menjadi percaya diri, bukan arogan, pun menjadi bintang yang terang. Tentu saja dalam kisahku ini, Daddy mengabaikan peran Poseidon yang menurutnya tidak masuk akal itu.
Twelvyn diambil dari kata Twelve, dua belas. Padahal aku lahir tanggal 21 di bulan 2. Tidak ada hubungannya dengan 12. Belakangan aku baru tahu bahwa dua belas dianggap sebagai tanggal sekaligus angka keberuntungan Daddy. Karena bertemu dengan Mamiya pertama kali di tanggal 12 bulan 12—Mereka menyesal tidak ya menyematkan nama itu akhirnya padaku?
Sementara Axelle sendiri diambil dari nama tengah Daddy. Tidak ada alasan tertentu, beliau ingin aku menyematkan namanya bukan nama ayahnya.
Rumit sekali, ya?
Sayangnya nama lengkapku yang rumit itu hanya satu dari sekian kerumitan yang hadir dalam kehidupanku.
𝑰: 𝑴𝒂𝒎𝒊𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒉𝒊𝒓𝒌𝒂𝒏𝒌𝒖 𝒅𝒊 𝒖𝒔𝒊𝒂 𝟏𝟕 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏.
Masih terlalu muda bagi seseorang untuk memiliki anak, sehingga menjadikan itu masalah. Benar, aku lahir dari hubungan yang belum sah kala itu. Daddy dan Mami belum menikah.Orang tua Daddy memutuskan untuk bertanggung jawab sehingga merawat Mami hingga aku dilahirkan. Tetapi rupanya mereka telah merencanakan bahwa setelah usiaku genap 1 tahun, aku akan dicarikan orang tua sambung sehingga Daddy dan Mami bisa kembali melanjutkan hidup sebagaimana layaknya anak-anak seusia mereka pada umumnya.
Tentu saja Mami tidak mau itu terjadi.
Lantas sebelum itu terjadi, aku dibawa pergi. Mami yang akhirnya mencoba segela pekerjaan, hingga berakhir bekerja menjadi seorang model sehingga memiliki penghasilan yang lumayan untuk kami hidup berdua.
Satu tahun setelahnya, Daddy datang dengan harapan rujuk sekaligus membawa Mami kembali ke Jakarta. Dengan janji bahwa kali ini mereka tidak akan dipisahkan oleh orang tua lagi. Sebab Daddy pun berani menemui Mami setelah ia memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, sebagai fotografer.
𝑰𝑰: 𝑫𝒊 𝒖𝒔𝒊𝒂𝒌𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, 𝒂𝒌𝒖 𝒅𝒊𝒌𝒂𝒓𝒖𝒏𝒊𝒂𝒊 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒅𝒊𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏.
Namanya Joanna Alicia Khasana. Sementara aku mengemban nama Daddy di belakang namaku, Joanna dihadiahi nama Mami. Kata Daddy, beliau sempat mengira bahwa kelahiran Joanna akan membuat Mami menurunkan egoisnya dan melihat betapa bahagianya mereka dengan keluarga kecil ini. Namun menurut Mami, kelahiran Joanna justru membuatnya yakin bahwa berpisah dengan Daddy adalah jalan yang terbaik untuk aku dan Joanna.
Aku masih terlalu kecil untuk berpendapat. Jadi, apa lagi yang bisa aku lakukan?
𝑰𝑰𝑰: 𝑺𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒈𝒊𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒎𝒊.
Aku versi lima tahun bisa melihat bahagia yang Mami tunjukan melalui raut wajahnya saat bersama laki-laki yang kemudian resmi menjadi ayah tiriku. Beliau orang yang baik, sungguh, aku masih ingat masa-masa dibelikan pakaian baru dan ukulele pertamaku oleh Papa. Bahkan aku sampai memiliki dua orang adik perempuan baru yang menggemaskan; Iswa Candraraini dan Indisya Cakradhini.
Aku paham perasaan daddy yang merasa cukup akan lengkapnya keluarga kecil ini, karena aku sempat merasa demikian perihal keluarga ini. Namun sama seperti Daddy pula, aku dikecewakan oleh ekspektasi sederhana, bahkan hancur hingga kejadian malam itu tetap membekas dalam memoriku.
Entah bagaimana kisahnya, pernikahan Papa dan Mami rupanya tidak disetujui namun tetap ditutupi sehingga nampak bagai kehidupan sempura sebuah keluarga nan harmonis. Malam itu adalah puncak di mana eyang dan sebagian dari keluarga besar datang.
Detail kisahnya tak layak aku sampaikan, mengingatnya saja masih membuatku marah dan takut. Intinya, itu adalah kali terakhir aku bertemu dengan Papa.
𝑰𝑽: 𝑩𝒊𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒖𝒔𝒊𝒌, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒈𝒊𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒌𝒖.
Sebenarnya aku memang sudah tertarik dengan segala sesuatu tentang musik sejak lama. Ingat perihal ukulele pertama yang dihadiakan Papa untukku? Iya, itu aku yang mau. Melalui uang jajan yang tetap dikirimkan Papa diam-diam untuk kami pula, aku menabungnya hingga berhasil membeli gitar pertamaku.
Aku sengaja memilih sekolah-sekolah yang mampu memfasilitasi minatku pada dunia musik—meski harus belajar sedikit lebih ekstra.
Buktinya itu membawaku pada beberapa penghargaan meski hanya kompetisi antar sekolah, baik dalam sebuah tim paduan suara ataupun kompetisi yang aku lakukan seorang diri.
Menjelang kelulusan sekolah menengah atas, aku memutuskan untuk mengajukan beasiswa ke 𝐔𝐧𝐢𝐯𝐞𝐫𝐬𝐢𝐭𝐲 𝐨𝐟 𝐒𝐨𝐮𝐭𝐡𝐞𝐫𝐧 𝐂𝐚𝐥𝐢𝐟𝐨𝐫𝐧𝐢𝐚 karena mereka memiliki academic musik yakni 𝐔𝐒𝐂 𝐓𝐡𝐨𝐫𝐧𝐭𝐨𝐧 𝐒𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥 𝐨𝐟 𝐌𝐮𝐬𝐢𝐜. Bagiku ini adalah sebuah kesempatan emas yang HARUS aku dapatkan.
Aku ingin ini menjadi sebuah kejutan, sehingga mempersiapkan semuanya sendiri. Pendaftaran, persiapan dokumen-dokumen—yang diam-diam juga aku ambil sendiri—hingga mengirimkannya ke pihak universitas.
Kabar baik yang aku pikir akan disambut gembira oleh Mami nyatanya tidak. Beliau mulanya tidak mengizinkan keberangkatanku ke California. Itu adalah momen kali pertama aku dan mami saling berteriak satu sama lain, saling mengungkit kejadian kelam demi meluluhkan, meski nyatanya hanya memupuk ego yang tak terbendung.
Esoknya aku mencoba berbicara lagi dengan beliau. Kala itu, warta aku ubah menjadi permintaan izin, tanpa ada teriakan ataupun kalimat menyakitkan, beserta barisan kalimat permintaan maaf. Kepala dingin menjadikan diskusi penuh haru itu berakhir dengan izin untuk bertolak seorang diri ke negara yang belum pernah aku kunjungi sama sekali. Demi sebuah mimpi.
𝑽: 𝑾𝒆𝒍𝒍, 𝑰 𝒂𝒄𝒕𝒖𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒕𝒉𝒊𝒏𝒌 𝒎𝒚 𝒍𝒊𝒇𝒆 𝒉𝒂𝒔 𝒃𝒆𝒆𝒏 𝒃𝒆𝒕𝒕𝒆𝒓 𝒕𝒉𝒂𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓.
Meski tidak menjadi lulusan terbaik, aku tetap membawa pulang banyak sekali pengalaman pun penghargaan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Yang tentu saja menjadi bekal usai aku kembali ke Indonesia dan melanjutkan karir di sini. Aku merasa sedikit dimudahkan akan pencapaian-pencapaian ini hingga project dan kerja sama terus berdatangan. Membawaku pada kesempatan-kesempatan lain yang lebih besar dan semakin besar.
Dan saat ini, aku tengah membangun rumah produksi sendiri yang bukan hanya berfokus pada musik tetapi film.
#ᴍᴜғᴀsᴀ
Greetings! Thanks for visiting Adrian's profile. I am #ᴍᴜғᴀsᴀ, the writer behind this character.
I would like to declare that this blog is just a roleplaying property. You might find any similarities in the contents. However, Adrian Sinclair is an original character. It means all the stories about him belong to me, my writing partner, and those who take part in the character development.
I'll accept any criticism, suggestion, or correction. But please do not copy anything from this page, and or do godmodding my character without any permission.
Feel free to contact me on my writer's account or Adrian C. Sinclair. Are you interested to read another stories? Click here!
home
#flaventia
Hello, there!
Thanks for giving your time to read and visit this page until you reach this section. As a writer of Xell I would like to claim that this is an original character of mine. So, please do not copy anything from this page, and do godmod my character without any permission. I would be happy if you're interested to do plot or make a relation with my character. Feel free to give any suggestion, criticism, approach, or idea. Just hit me through mention or direct message.
-
Moreover, do not hesitate to mention, dm, follow or even just say 'Hi' if you find other characters out there which using the same writer tag !
Those are definitely mine.
Sincerely,
#flaventia 🌻
home